KIR gue nih juara 3 se-PAPUA



KATA PENGANTAR
             
            Puji syukur, kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, berkat dan kasih-Nya, kami boleh menyusun karya ini.
            Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan karya ini.
            Karya ini kami susun untuk memberikan suatu pemahaman tentang kultural “Suku Kamoro” sebagai salah  satu suku terbesar di daerah Mimika.
            Kami menyadari dalam karya ini, masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik, saran, guna kesempurnaan karya ini.
            Semoga karya ini bermanfaat, terlebih menambah wawasan kebudayaan daerah bagi pembaca.



Timika, September 2009


Tim Penyusun






DAFTAR ISI


Kata pengantar…………………………………………………….…………..                i
Daftar isi…………………………………………………………………………              ii
BAB I     Pendahuluan
A. Latar Belakang ……………………………………………………              1
B. Tujuan Penulisan …………………………………………………             2
BAB II   Suku Kamoro
A. Letak Geografis……………………………………………………              3
B. Sejarah……………………………………………………………..              6
C. Pola Hidup Suku Kamoro…………………………………………            9
D. Adat Istiadat………………………………………………………...           11
E. Seni Budaya……………………………………………………….            13
BAB II    Penutup
A.  Kesimpulan………………………………………………………..            18
B.  Saran………………………………………………………………..           18 
Daftar pustaka………………………………………………………………….            20
Lampiran………………………………………………………………………..             21




BAB I
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG
Kamoro adalah salah satu suku terbesar di Mimika. Selain memiliki kekayaan alam dan budaya daerah,  juga memiliki keunikan khusus serta nilai sejarah yang tinggi dan juga menarik perhatian berbagai pihak untuk dipelajari, diteliti, bahkan dilestarikan sebagai kekayaan budaya Mimika.
Dengan perkembangan zaman dan pergantian generasi, telah mempengaruhi keberadaan budaya sebagai salah satu kekayaan daerah lebih khusus pada budaya suku Kamoro. Kenyataannya banyak orang, bahkan ada orang Kamoro yang belum mengenal budaya daerahnya sendiri. Padahal budaya ini merupakan wujud jati diri dari suku atau masyarakat itu sendiri.

B.           TUJUAN PENULISAN
            Ada beberapa tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah tentang budaya suku Kamoro, antara lain :
1.    Membuka fakta historis kekayaan budaya suku Kamoro, sehingga tidak di eksplentasi oleh orang lain. Penulis juga ingin menjelaskan bahwa budaya suku Kamoro adalah fakta sosial dan sebagai fakta historis, bukan sekedar konstruksi khayal.
2.    Dari segi budaya, penulis ingin memberikan dasar pemahaman yang benar tentang budaya suku Kamoro yang sesuai dengan fakta yang ada.
3.    Memberikan pedoman kepada setiap generasi muda untuk mengetahui batas-batas wilayah satu daerah dengan daerah yang lain yang tergabung dalam suku Kamoro.
4.    Mengantisipasi setiap pandangan dan sikap yang salah terhadap budaya suku Kamoro supaya budaya Kamoro tetap lestari dan abadi sebagai sebuah kekayaan atau aset daerah Mimika.














BAB II
SUKU KAMORO

A.   Letak
Kabupaten Mimika yang ibu kotanya di Timika, terletak antara 134˚31’-138˚31’ Bujur Timur dan 4˚60’-5˚18’ Lintang Selatan. Memiliki luas wilayah 20.039 km² atau 4,75 % luas provinsi Papua. Kabupaten ini terdiri dari 12 distrik atau kecamatan, yaitu : Mimika Barat, Mimika Barat Tengah, Mimika Barat Jauh, Mimika Timur, Mimika Tengah, Mimika Timur Jauh dan Jita. Wilayah kabupaten Mimika bertopografi dataran tinggi dan rendah. Distrik yang bertopografi dataran tinggi adalah Tembagapura, Jila dan Akimuga, sedangkan yang lainnya bertopografi dataran rendah.
Suku Kamoro sendiri adalah kelompok adat yang mendiami sepanjang 300 km pesisir selatan Papua, di kawasan ujung timur Indonesia.
Batas wilayah Kamoro, mulai dari Ufuk Barat (Potowaiburu) sampai  Ufuk Timur (Nakai). Daerah Kamoro terdiri atas 8 Distrik :

1.    Distrik Jita :
-       Kampung Nakai
-       Kampung Wapu
-       Kampung Sumapro
-       Kampung Fakafuku
-       Kampung Pece

2.    Distrik Ayuka
-       Kampung Ohoitya
-       Kampung Fanamo
-       Kampung Omawita
-       Kampung Ayuka
3.    Distrik Mimika Timur (Mapurujaya)
-       Kampung Mapurujaya
-       Kampung Tipuka
-       Kampung Muare
-       Kampung Kaugapu
-       Kampung Hiripau
-       Kampung Pigapu
4.    Distrik Mimika Timur Tengah (Atuka)
-       Kampung Atuka
-       Kampung Aikawapuka
-       Kampung Kamora
-       Kampung Timuka
-       Kampung Keakwa/Kekwa
5.    Distrik Mimika Barat ( Kaokonao)
-       Kampung Kiyura
-       Kampung Mimika
-       Kampung Migiwiya
-       Kampung Kokonao
-       Kampung Yaraya
-       Kampung Paripi
-       Kampung Ipiri/Ipaya
-       Kampung Amar
-       Kampung Kawar
-       Kampung Manoware
6.    Distrik Mimika Barat Tengah (Kapiraya)
-       Kampung Kapiraya
-       Kampung Mupuruka
-       Kampung Uta
-       Kampung Wakia
-       Kampung Wumuka
-       Kampung Mapar
-       Kampung Kipiya
-       Kampung Porauka
7.    Distrik Mimika Barat Jauh (Potowaiburu)
-       Kampung Potowaiburu
-       Kampung Yapakopa
-       Kampung Ararau
-       Kampung Aindua
-       Kampung Umari

8.    Distrik Mimika Baru (Kampung Asli)
-       Kampung Nawaripi
-       Kampung Nayaro
-       Kampung Koperapoka
-       Kampung Iwaka
-       Kampung Sempan

B.   Sejarah Suku Kamoro
Kabupaten Mimika awalnya bernama Kaukanao, yang mana ‘kauka’ berarti perempuan dan ‘nao’ berarti bunuh. Munculnya kata Kaukanao sendiri berasal dari Perang Hongi, dimana semua perempuan harus dibunuh.
            Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 8 Oktober 1996. Setelah selama tiga tahun berstatus administratif. Mimika secara resmi menjadi kabupaten definitif pada awal tahun 2000. Dengan perubahan ini maka Mimika diharapkan dapat tumbuh berkembang dengan kekuatannya sendiri seperti daerah lainnya.
Sepanjang laporan penelitian para informan dan berbagai laporan, tidak ada arti yang jelas mengenai kata Kamoro, namun berdasarkan cerita yang diperoleh bahwa kata Kamoro berasal dari hewan atau binatang komodo. Oleh karena itu, menurut masyarakat Kamoro, mereka berasal dari daging hewan yang dibunuh dan dipenggal-penggal oleh nenek moyang mereka dan kemudian daging tersebut berubah wujud menjadi orang Kamoro. Ada versi lain, hukum adat Kamoro mulanya berasal dari Udik Sungai Kamoro, yang kemudian menyebar luas memenuhi sepanjang pantai Barat Daya Irian Jaya, yaitu Potowaiburu hingga ke sungai Otakwa.
Asal-usul suku Kamoro memiliki cerita sendiri-sendiri dari tiap-tiap kampung. Ada cerita yang sempat dicopy oleh Stefanus Rahangiar(1995), yaitu salah seorang peneliti yang mengemukakan bahwa orang Kamoro berasal dari komodo yang terletak di sungai Binar di bagian Timur daerah Mimika. Cerita ini bermula dari, ditemukannya sebutir telur oleh seorang anak kecil di tepi pantai. Kemudian sianak membawa kerumahnya. Telur  tersebut tidak dimasak, tidak juga dirusak, malahan sianak menyimpan dan merawatnya. Selang beberapa hari kemudian telur  tersebut menetas. Tetasan tersebut adalah seekor Komodo . Hari kehari, komodo tersebut bertumbuh dan lama-kelaman menjadi besar dan dewasa. Komodo yang besar tersebut, diluar dugaan memakan seluruh penduduk dikampung tersebut, yang tersisa hanya seorang ibu yang tengah hamil.  
Setelah penduduk itu habis dimakan, Komodo itu beristirahat di sebuah pulau dengan Sungai Binar. Pada saat itu, Ibu tersebut melahirkan seorang anak laki-laki yang segera tumbuh menjadi seorang pemuda yang dewasa. Di sini anak tersebut mendengar cerita dari Ibunya tentang kejadian yang menimpa keluarganya. Maka timbul niat dari anak ini untuk balas dendam. Ibu itu bernama Mbirokateya sedangkan anaknya bernama Mbirokateyau. Dalam upaya membunuh hewan Komodo, Mbirokateyau mendapat petunjuk dari para leluhurnya lewat mimpi. Mimpi ini mulai dijalankannya dengan mendirikan empat buah rumah berturut-turut, dari arah tepi pantai ke bagian darat. Rumah pertama(Kewa Kame), rumah kedua(Tauri Kame), rumah ketiga(Kaware Kame) dan rumah keempat(Ema Kame). Rumah keempat ditempati oleh Ibunya dan rumah pertama ditempati oleh sianak ini sambil memukul tifa dan bernyanyi seakan-akan sedang berpesta. Hal ini dilakukan untuk memberi perhatian kepada Komodo tersebut, yang menyangka bahwa tidak ada manusia lagi disekitarnya. Situasi ini mengundang Komodo ini menyerang rumah tersebut. Saat hewan itu memporak-porandakan rumah, maka peralatan yang digunakan untuk menghujani tubuh hewanlah yang telah  menyelamatkan sianak dari rumah kedua sampai rumah keempat, dan akhirnya Komodo ini mati terimpa alat-alat perang. Kemudian sianak memotong dagingnya menjadi empat bagian dengan ukuran yang sama besar dan melemparkannya ke empat penjuru mata angin. Lemparan pertama kebagian Timur sambil berkata Umuru we yang kemudian dipercaya telah menjadi orang Asmat di Merauke. Lemparan kedua diarahkan kebagian Barat sambil berkata Kamoro we dan akhirnya tercipta manusia suku Kamoro. Lemparan ketiga ke arah Utara yang akhirnya tercipta orang pegunungan dan lemparan keempat diarahkan ke bagian Selatan sambil berkata Semopano we, yang akhirnya menjadi suku Sempan di Timika.
Ada juga cerita lain menurut Bapak Frans Moperteyau yang berasal dari Keakwa yang menyatakan bahwa orang Kamoro mula-mula bertempat tinggal di pulau yang bernama Nawapinaro yang terletak dibagian timur daerah Mimika. Suatu saat dilaksanakan pesta adat Karapao adalah tauri yang merupakan pesta inisiasi bagi anak-anak yang hendak memasuki masa remaja(dewasa). Menurut adat yang mengikuti pesta harus memiliki orang tua dan sanak saudara sebagaimana syarat-syarat pesta adat tersebut. Daiantara orang-orang itu, ada 2 orang kaka beradik yaitu Aweyau dan Mimiareyau, yang hidup dalam pemeliharaan wali orang tuanya. Sehingga mereka tidak diperkenankan mengikuti pesta adat tersebut. Mereka tersisih dari teman sebayanya. Perasaan ini menimbulkan rasa cemburu dan muncul ide untuk membuat keributan pada saat pesta berlangsung. Mereka berdua mengenakan topeng setan untuk menakut-nakuti orang yang sedang berpesta. Peserta pesta adat yang melihat itu, kemudian melarikan diri menuju arah barat dengan menggunakan perahu, kemudian menempati sungai-sungai yang kini merupakan daerah Mimika dari bagian timur hingga ke bagian barat jauh yang sekarang sudah menjadi batas wilayah Kamoro.

C.   Pola Hidup Suku Kamoro
Orang Kamoro memiliki ciri-ciri fisik seperti, wanita dan pria rata-rata memiliki postur tubuh yang tinggi dan tegap karena keadaan alam (di pesisir pantai), warna kulit hitam, hidung mancung dan rambut keriting.

a.      Mata Pencaharian
Orang Kamoro tidak mengenal sistem pertanian sehingga mereka kembali kepada kehidupan mereka sebagai nelayan dan hidup berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain (nomaden). Mereka memiliki semboyan, yaitu 3S (sungai,sampan,sagu). Sungai merupakan salah satu arus utama aktivitas suku Kamoro, sehingga mereka membutuhkan sampan untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Rasa sosial yang begitu kuat, membuat masyarakat Kamoro selalu berbagi dengan sesamanya. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kamoro sehari-hari, mereka  biasanya melakukan aktivitas seperti :
-       Memangkur sagu (amata wapuru)
-       Melaut (menangkap hasil laut)
-       meramu

b.        Makanan Khas
Berbagai makanan khas masyarakat Suku Kamoro antara lain adalah sebagai berikut :
-           Tambelo (ko)
-           Sagu (amata)
-           Ulat sagu (koo)
-           Siput (omoko)
-           Karaka

c.    Agama
      Pada awalnya, orang Kamoro menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Namun setelah masuknya agama Katolik pada tahun 1928 yang dibawa oleh seorang pastor, masyarakat Kamoro mulai mengenal agama. Oleh sebab itu, sebagian besar masyarakat Kamoro memeluk agama Kristen Katolik dan sebagian kecilnya menganut agama Kristen Protestan, tetapi ada juga masyarakat yang masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme dan hal itu masih berlanjut hingga saat ini.

D.   Adat Istiadat Suku Kamoro
Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Demikian halnya, dengan masyarakat suku Kamoro. Perkawinan mempunyai arti yang sangat mendalam, tidak hanya bagi individu yang kawin, tetapi juga lebih dari itu menyangkut harga diri, kehormatan, martabat keluarga atau kerabat. Karena itu, perkawinan tidak lepas dari peranan keluarga atau kerabat.
Ketentuan-ketentuan adat perkawinan yang dimaksud mencakup hal-hal seperti :

a.     Larangan Perkawinan
            Larangan perkawinan secara adat terdapat perbedaan-perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Larangan perkawinan pada orang Kamoro adalah sebagai berikut :
ü  Karena hubungan darah
Seorang laki-laki dilarang memilih pasangan atau kawin dengan                                                   perempuan yang masih mempunyai hubungan darah.
ü  Karena melangkahi saudara yang lebih tua
Seseorang dilarang kawin (baik laki-laki maupun perempuan), apabila ada saudaranya yang lebih tua dari pihak laki-laki maupun perempuan yang belum menikah.
b.    Mas kawin
            Mas kawin adalah sejumlah barang-barang perkawinan yang diminta oleh pihak keluarga perempuan kepada pihak keluarga laki-laki guna kelangsungan suatu perkawinan. Pada orang Kamoro mas kawin mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam suatu perkawinan, karena mas kawin merupakan suatu syarat mutlak yang harus ada nilai guna kelangsungan perkawinan. Adapun benda-benda yang digunakan sebagai mas kawin adalah sebagai berikut :
-             Perahu
-             Kampak, parang (alat-alat kebun)
-             Piring, kain
-             Uang

c.    Syarat-syarat perkawinan
-             Kematangan jasmaniah dan rohaniah
-             Kesiapan harta
-             Izin orang tua
-             Memperhatikan larangan-larangan perkawinan

d.    Upacara Adat
-                Upacara Pendewasaan (inisiasi) atau Upacara Karapao
-                Upacara Penobatan Kepala Suku
-                Upacara Pembuatan Mbitoro
E.   Seni Budaya Tradisional Suku Kamoro
  Adapun beberapa jenis seni budaya yang dimiliki oleh suku kamoro adalah sebagai berikut :

1.    Seni bangunan rumah
      Suku kamoro mempunyai beberapa bentuk rumah tradisional, yang diberi nama antara lain :
·         Kapiri Kame
             Kapiri adalah alat penutup rumah (atap) yang menjadi rumah tradisional suku kamoro. Kapiri dibuat dari daun pandan hutan yang kuat, lebar dan panjang. Meskipun begitu sekarang ini suku kamoro tidak lagi (jarang sekali) menempati kapiri kame, mereka sudah membangun rumah yang permanen dengan memanfaatkan gaba-gaba (pelepah sagu) sebagai dinding dan daun seng sebagai atapnya. Banyak bentuk dari kapiri misalnya :
a.        Karapauw Kame
b.        Tauri Kame
c.        Kaota kame
d.        Kapiri Kame, dan lain-lain




2.    Seni Ukir
Suku kamoro mempunyai seni ukir yang cukup tinggi nilainya.
Motif-motif seni ukir suku kamoro didasarkan pada pengalaman sejarah masa lalu.
Pengalaman sejarah yang dialaminya diekspresikan dalam bentuk seni ukir yang indah dan mempunyai makna ritual. Jenis-jenis seni ukir suku Kamoro antara lain :

a.    Mbitoro
Mbitoro adalah ukir-ukiran khas suku Kamoro yang menjadi dasar dari jenis ukir-ukiran.
·         Kerangka Mbitoro
Ø  Uema ( ruas tulang belakang)
Ø  Uturu tani (awan putih berarak)
Ø  Wake biki (ekor kuskus pohon)
Ø  Oke mbare (lidah biawak)
Ø  Upau (kepala manusia)
Ø  Apakou upau (kepala ular)
Ø  Ereka kenemu (insang ikan)
Ø  Ema (tulang ikan)
Ø  Utu wau (tempat api atau perapian)



b.    Ote Kapa (tongkat)
            Ote kapa adalah seni ukir yang berbentuk tongkat dan biasanya di gunakan oleh orang yang sudah lanjut usia. Ada 5 motif ukiran ote kapa yaitu :
·         Tako ema (tulang sayap kelelawar)
·         Ereka waititi (sirip ikan)
·         Uema (ruas tulang belakang)
·         Upau (kepala manusia)

c.    Pekaro (Piring Makan)
Pekaro dibuat dari jenis kayu yang ringan sehingga mudah dibawa pada saat berkapiri.
·         Kerangka Pekaro :
Ø  Komai mbiriti (kepala burung enggang/paru burung enggang)
Ø  Tempat makanan yang berbentuk bulat telur
Ø  Mbiamu Upau (kepala kura-kura)

d.    Yamate (perisai)
Yamate adalah seni ukir yang dibuat dari beberapa tingkat sesuai dengan tingkat tinggi orang yang memakainya. Biasanya dibuat empat tingkat yang semuanya bermotif bagian- bagian tubuh buaya.
a.    Kapiri (tikar)
b.    Imi (jaring)

c.    Etahema (noken)
d.    Omotere (tikar pandan)

3.    Seni Suara dan Seni Tari Suku Kamoro
Menurut legenda lama adat kebudayaan suku Kamoro berasal dari dalam tanah dan air. Konon ceritanya nenek moyang suku Kamoro hanya memberikan alat-alat kebudayaan dan tidak mewariskan alat pertanian, sehingga suku kamoro lebih pandai bermain musik dari pada mengolah tanah.
Seni tari dan seni suara oleh suku Kamoro dijadikan sebagai bahan media dalam berbagai pesta untuk segala kepentingan. Orang yang memiliki keahlian menyusun syair dan mendendangkannya disebut “bakipiare”. Bakipiare sangat peka dalam memperoleh ilham dari keadaan alam sekitarnya. Ilham yang diterimanya kemudian diimajinasikan dan diekspresikan dalam bentuk syair lagu.
Syair lagu itu kemudian dilagukan dengan ditimpa oleh bunyi tifa yang lembut dan kadang-kadang menyentak iramanya. Jika irama lagu menyentak, iramanya akan segera mendapat sambutan dari dnikiarawe (pengiring lagu), maupun jagwari pikara (penegas atau penutup lagu). Alat-alat musik yang digunakan adalah tifa (eme) dan kaiyaro (alat musik dari bambu). Kaiyaro ini biasa dibunyikan dalam pesta adat karapao.
Jenis tari suku Kamoro seperti :
·         Tari Seka
·         Tari Ular
·         Tari Mbitoro
Jenis seni suara (lagu) suku Kamoro seperti :
·         Tapare Mimika Iwoto
·         Korani
·         Nikya Yesus

4.    Pakaian
Pakaian adat atau tradisional suku kamoro dibuat dari kulit peura (sejenis pohon genemo) yang disebut waura. Waura digunakan untuk laki-laki yang dipakai sebagai cawat disebut tapena. Ada juga yang terbuat dari daun sagu yaitu tauri, mono dan piki. Tauri biasa digunakan oleh ibu-ibu. Mono yaitu daun sagu yang dikupas, ditumbuk, dicuci yang kemudian dipakai. Sedangkan piki biasa digunakan oleh bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak sebagai kain sarung.










BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Suku Kamoro adalah suku terbesar di Kabupaten Mimika. Suku Kamoro terletak di sepanjang Ufuk Barat (Potowaiburu)  hingga Ufuk Timur (Nakai). Mereka hidup dengan semboyan 3S (sungai, sampan, sagu), karena mereka bermukim di wilayah yang didominasi oleh air. Oleh sebab itu, mereka tidak mengenal sistem pertanian. Asal-usul suku Kamoro sendiri terdapat banyak versi dari masing-masing tokoh-tokoh adat, sehingga belum ada cerita yang jelas mengenai asal usul Kamoro secara pasti.
Kamoro juga memiliki adat istiadat pada perkawinan seperti ketentuan-ketentuan, syarat-syarat, larangan perkawinan dan mas kawin. Kebudayaan yang khas seperti  seni bangunan rumah, seni ukir, seni suara dan seni tari. Mayoritas penduduk ini memeluk agama Kristen Katolik.








B.    SARAN
                 Setelah membahas dan mempelajari tentang seluk-beluk suku Kamoro, maka penulis semakin menyadari bahwa kebudayaan suku Kamoro adalah harta yang perlu dijaga dan dilestarikan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah daerah dan masyarakat, sebagai sumbangsih penulis.
1.    Meningkatkan dan mengembangkan usaha yang sudah ada maupun yang belum ada untuk melestarikan kebudayaan suku Kamoro.
2.    Sarana Pendidikan. Mendorong pemerintah agar memasukkan kebudayaan suku Kamoro kedalam kurikulum Khususnya sebagai sarana pengembangan diri .

    











DAFTAR PUSTAKA

www.Google.com.
Bokeyau,Sabinus.
Kawai,Tadius.Lemasko Timika.
 Imbiri,Yeremias.LPMAK.Timika.
Miarsono ph.D,Harry.2002.Membangun Mimika.Center For Architecture and Urban Studies: Jakarta.
Tim Peneliti Fakultas Hukum dengan Universitas Cendrawasih dan PT.Freeport Indonesia.1999.Hukum Adat Suku Amungme dan Suku Kamoro Di Timika Irian Jaya.
Tebay,Lambertus.2000.Perubahan Fungsi Sosial Di Lingkungan Hidup Pada Masyarakat Amungme dan Kamoro Di sekitar Kawasan Penambangan PT.Freeport.
Pickell,David.2001.Diantara Pasang Surut Irian Jaya KAMORO.Aopao:Jakarta.






LAMPIRAN














Salah satu hasil kerajinan suku Kamoro berupa           sampan yang digunakan untuk melaut
Jaring            






















Salah satu hasil kerajinan Suku Kamoro berupa tikar
 

Salah satu hasil kerajinan Suku Kamoro sebagai pengganti Payung
 






  Hasil kerajinan Suku Kamoro adalah tikar                     Salah satu bahan pembuatan tikar























Salah satu kerajinan tangan yang berupa noken       Makan khas Suku Kamoro adalah tambelo
(Sumber : www.google.com)































Salah satu masyarakat Kamoro yang sedang membersihkan duri dari daun untuk menjadi bahan pembuatan tikar.



























Gambar Mbitoro, Timika Pantai
(sumber : Diantar Pasang Surut Irian Jaya KAMORO)
























Mbitoro, Atuka                                                              ukiran gamabar, Pece
(Sumber: Diantar Pasang Surut Irian Jaya KAMORO)   ( Sumber : Diantar Pasang Surut Irian                    Jaya KAMORO)
                                                       



















Salah satu alat pemangkur sagu                                     Makanan khas suku Kamoro
(Sumber : Diantar Pasang Surut Irian Jaya KAMORO)
















































Seorang ibu memangkur sagu
(Sumber : Diantar Pasang Surut Irian Jaya KAMORO)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar